MasyarakatRejang Lebong memiliki rumah adat tersendiri, adapun rumah adat tersebut memiliki arsitektur bangunan yang tidak menempel di tanah melainkan berbentuk rumah panggung. III. WISATA EDUKASI. Hutan Madapi. Hutan Madapi merupakan hutan tanaman pohon Mahoni, Damar dan Pinus, yang terletak di Kecamatan Bermani Ulu Raya. Hutan ini merupakan

Rejang Lebong, Bengkulu ANTARA - Pemerintah Kabupaten Pemkab Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu menggelar program bimbingan mental masyarakat yang tersebar di 15 kecamatan di wilayah itu. Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Rejang Lebong Herwin Wijaya Kusuma di Rejang Lebong, Kamis, mengatakan program itu menyasar kalangan remaja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, pengurus badan musyawarah adat BMA desa dan kelurahan. "Program bimbingan mental dalam 15 kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong tahun 2023 ini sudah dilaksanakan di dua kecamatan, yakni Curup Selatan dan Kecamatan Curup Timur. Untuk 13 kecamatan lainnya akan dilaksanakan dalam waktu dekat," kata dia. Dia menjelaskan program bimbingan mental dan spiritual yang dilaksanakan pemda setempat sejak beberapa tahun belakangan ini menyajikan materi antara lain tentang bahaya peredaran dan penyalahgunaan narkoba, pembinaan kerukunan rumah tangga, peningkatan pengetahuan keagamaan, dan pembinaan bidang kepemudaan. Para pemateri dalam kegiatan tersebut, kata dia, melibatkan pejabat dari Pemkab Rejang Lebong, petugas Polres Rejang Lebong, kejaksaan, Kementerian Agama, TP PKK Rejang Lebong, Baznas, dan Karang Taruna. Dia menjelaskan dalam pelaksanaan program bimbingan mental ini akan memberikan pemahaman kepada masyarakat, baik dalam bidang tata pemerintahan, hukum, adat istiadat, maupun perilaku hidup bermasyarakat. Bupati Rejang Lebong Syamsul Effendi saat memberikan sambutan pada program bimbingan mental yang dilaksanakan di Kecamatan Curup Timur, Rabu 7/6, meminta kalangan pemuda dan pemudi daerah itu untuk menjauhi narkoba dan tidak mengakses tontonan negatif melalui internet karena bisa merusak mental. Dia berharap, program ini menciptakan kerukunan masyarakat, menekan kasus kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba, serta tercipta kepedulian sosial antarwarga.
RejangLebong, Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu menyiapkan anggaran bantuan untuk 43 unit rumah ibadah umat Muslim di daerah itu dengan jumlah mencapai Rp3 miliar. Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Rejang Lebong Herwin Wijaya Kusuma di Rejang Lebong, Minggu, mengatakan dana bantuan hibah
Ilustrasi rumah adat. Foto Sebuah mobil melintas di depan sebuah Rumah Gadang rumah adat tradisional Minangkabau yang kondisinya rusak di Nagari Sumpu, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Ahad 23/2/2020Antara/Iggoy el Fitra LEBONG - Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, akan melanjutkan pembangunan rumah adat Nusantara di kawasan Villa Diklat Danau Mas Harun Bastari DMHB di daerah itu. Pembangunan rumah adat Nusantara di kawasan wisata di daerah itu sebelumnya sudah ada 15 unit dan 15 unit lagi akan dibangun tahun ini. "Pembangunan rumah adat Nusantara ini akan kamilanjutkan pada Tahun 2020 ini dengan besaran anggaran yang disiapkan Rp 2 miliar yang ditargetkan bisa membangun 15 unit rumah adat," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum DPU Kabupaten Rejang Lebong Yusran Fauzi di Rejang Lebong, Senin 9/3. Dijelaskan dia, dengan adanya lanjutan pembangunan 15 unit rumah adat tersebut maka nantinya di kawasan Villa Diklat DMHB akan ada 30 unit bangunan rumah adat Nusantara dan masih tersisa empat unit lagi karena ini sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia. "Target Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong adalah membangun 34 unit rumah adat sesuai dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia, karena rumah-rumah adat tersebut nantinya akan mewakili rumah adat dari setiap provinsi di Tanah Air," ujarnya. Sementara itu, pada pembangunan rumah adat yang mereka lakukan ini terlihat hampir sama besar, tetapi pada pelaksanaannya tidak sama mengingat rumah adat satu daerah dengan daerah lainnya memiliki bentuk yang berbeda-beda, terutama pada atap maupun ornamen lainnya. Sejauh ini pihaknya hanya melakukan pembangunan bangunan saja, sedangkan untuk proses selanjutnya diserahkan ke Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong. Hal itu sudah berlaku kepada pembangunan rumah adat tahun anggaran sebelumnya, seperti pengadaan mebeler dan sarana pendukung lainnya. sumber ANTARABACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
MENGENALRUMAH ADAT LEBONG (Cerita Perjalanan Naurah) Penulis : Ira Diana Penyunting : Martha Lena. A.M. Ilustrator : Ira Diana Penata Letak : Tim @solusiediting Diterbitkan pada tahun 2018 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Ilustrasi rumah adat. Foto Sebuah mobil melintas di depan sebuah Rumah Gadang rumah adat tradisional Minangkabau yang kondisinya rusak di Nagari Sumpu, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Ahad 23/2/2020Antara/Iggoy el Fitra LEBONG - Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, akan melanjutkan pembangunan rumah adat Nusantara di kawasan Villa Diklat Danau Mas Harun Bastari DMHB di daerah itu. Pembangunan rumah adat Nusantara di kawasan wisata di daerah itu sebelumnya sudah ada 15 unit dan 15 unit lagi akan dibangun tahun ini. "Pembangunan rumah adat Nusantara ini akan kamilanjutkan pada Tahun 2020 ini dengan besaran anggaran yang disiapkan Rp 2 miliar yang ditargetkan bisa membangun 15 unit rumah adat," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum DPU Kabupaten Rejang Lebong Yusran Fauzi di Rejang Lebong, Senin 9/3. Dijelaskan dia, dengan adanya lanjutan pembangunan 15 unit rumah adat tersebut maka nantinya di kawasan Villa Diklat DMHB akan ada 30 unit bangunan rumah adat Nusantara dan masih tersisa empat unit lagi karena ini sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia. "Target Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong adalah membangun 34 unit rumah adat sesuai dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia, karena rumah-rumah adat tersebut nantinya akan mewakili rumah adat dari setiap provinsi di Tanah Air," ujarnya. Sementara itu, pada pembangunan rumah adat yang mereka lakukan ini terlihat hampir sama besar, tetapi pada pelaksanaannya tidak sama mengingat rumah adat satu daerah dengan daerah lainnya memiliki bentuk yang berbeda-beda, terutama pada atap maupun ornamen lainnya. Sejauh ini pihaknya hanya melakukan pembangunan bangunan saja, sedangkan untuk proses selanjutnya diserahkan ke Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong. Hal itu sudah berlaku kepada pembangunan rumah adat tahun anggaran sebelumnya, seperti pengadaan mebeler dan sarana pendukung lainnya. sumber ANTARA

Klikwartacom, Labuhanbatu- Jalin silaturahmi denganTokoh Agama, Adat, dan Tokoh Masyarakat, Bupati Labuhanbatu dr.H.Erik Adtrada Ritonga, MKM, memperkenalkan sosok Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Muhammad Bobby Afif Nasution, S.E., M.M di Rumah Dinas Bupati-Padang Matinggi, Rabu (03/08/2022). Selain silaturahmi, kehadiran beliau ke
Budaya Rejang merupakan budaya yang dianut oleh suku Rejang di wilayah Rejang yang sekarang menjadi Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kabupaten Bengkulu Utara. Suku Rejang menempati Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar kedua di Provinsi Bengkulu, suku ini adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini dikarenakan kultur masyarakat Rejang yang mudah menerima pendapat di luar tradisi dan kebudayaan mereka, dan ini membuat kelompok etnis ini relatif cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan kemajuan kehidupan modern. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang memiliki adat-istiadat yang bersumber dari adat-istiadat suku-suku perantauan yang menetap di wilayah mereka. Karena suku Rejang sudah banyak menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. Banyak yang telah menekuni profesi sebagai pegawai negeri, pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini. Mereka sudah banyak meninggal adat-istiadat yang tidak efektif lagi sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan. Mereka lebih mementingkan ilmu pengetahuan modern berupa aturan hukum yang berlaku di Indonesa yang sah sebagai pedoman mereka menjalani kehidupan. Baca juga Macam- macam Konveksi Baju Sistem Kekerabatan yang Dianut Masyarakat suku rejang menganut hubungan kekerabatan patrilineal. Mereka mengenal sistem kesatuan sosial yang bersifat teritorial genealogis persekutuan hukum berdasarkan keturunan dan tempat kelahiran yang disebut mego marga. Penggolongan pertama masyarakat Rejang pada zaman dahulu terdiri dari golongan bangsawan raja-raja dan kepala marga. Golongan kedua adalah kepala dusun yang disebut tuwi kutei, dan golongan ketiga disebut golongan tun dewyo atau orang biasa. Golongan yang dihormati adalah para pedito rohaniawan yang biasanya memiliki kemampuan supranatural. Dengan menganut sistem ini, maka Suku Rejang dapat dikatakan berbeda dengan kehidupan Melayu pada umumnya yang menganut hubungan matrilineal. Sistem Kepercayaan Suku Rejang Sebelum adanya Islam di Nusantara, suku Rejang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Dalam bukunya karya Antonie Cabaton, orang Rejang dalam jangka waktu tertentu memberi persembahan berupa beras dan buah-buahan pada gunung Kaba yang dimuliakan mereka. Memasuki abad ke-16, Islam mulai masuk dan diperkenalkan di Bengkulu oleh pendatang dari Banten, Aceh, dan Minangkabau yang berniaga ke daerah tersebut. Kemudian memperluas pengaruhnya ke wilayah Rejang. Termasuk bangsa dari Eropa dengan Kristenisasi juga menyebarkan doktrinnya kepada suku Rejang. Saat ini, kehidupan di Rejang Lebong lebih multikultur dengan berbagai agama dan kepercayaan yang dianut. Hukum yang Berlaku Peradaban yang tinggi sudah dikenal oleh masyarakat suku Rejang. Sebelum Belanda menduduki kawasan ini, dulunya mereka sudah memiliki sistem pemerintahan yang cukup maju. Sehingga tak heran jika mereka juga memiliki tatanan hukum yang dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya. Suku Rejang mengenal hukum denda dan hukum mati. Semakin berat tindak kejahatan, semakin besar denda yang dibebankan kepada pelaku kejahatan tersebut. Jika tidak terampuni lagi, suku Rejang memberlakukan hukuman mati. Si pelaku dibunuh sesuai ketetapan yang disepakati bersama oleh kaum bangsawan Rejang. Namun, hukum ini tidak berlaku lagi setelah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka berpedoman kepada hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan perundang-undangan yang disahkan keberadaannya. Tata Adat Pernikahan Suku Rejang Suku Rejang yang berada di Rejang Lebong memiliki tata cara adat pernikahan yang unik. Ada tiga istilah yang banyak dipakai di sini. Semeno Pihak laki-laki selaku suami hidup di keluarga pihak perempuan selaku istri setelah pernikahan disahkan. Pihak laki-laki tersebut berkewajiban menafkahi istri dan menuruti perintah dari keluarga perempuan dalam menjalani kehidupan selama dalam ikatan Pihak laki-laki memiliki wewenang penuh dalam mengatur urusan rumah tangganya tanpa ada turut campur dari keluarga pihak perempuan setelah disahkan pernikahan. Biasanya, adat pernikahan ini berlaku jika pihak laki-laki selaku suami memenuhi segala kesepakatan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh keluarga pihak perempuan supaya dapat memperistri si perempuan. Kesepakatan yang biasa diterapkan kaum bangsawan yang menikahi kaum rakyat jelata. Semeno rajo-rajo Kesepakatan yang membebaskan pihak laki-laki dan pihak perempuan selaku suami dan istri untuk menjalani hidup sesuai dengan keinginan mereka masing-masing untuk memilih di lingkungan keluarga mana yang diinginkan tanpa terikat aturan dari pihak keluarga mana pun. Pernikahan jenis ini biasa terjadi di antara orang-orang dengan status sosial yang setara, biasanya juga diterapkan dalam kehidupan kaum bangsawan Rejang. Unik sekali ya kehidupan bermasyarakat suku Rejang di Rejang Lebong Bengkulu ini, semoga berita Rejang Lebong ini bermanfaat!
RumahAdat Rejang, atau yang dikenal dengan Rumah Selupoak atau Musie (Dok. Pribadi) Sebuah Rumah Adat Rejang berdiri kokoh di Desa Air Meles Atas, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Bangunan yang ada sejak 108 tahun ini masih menyisakan sejumlah sejarah yang masih banyak belum terungkap.
Kementerian Pendidikan dan KebudayaanBadan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Bacaan untuk Anak Tingkat SD Kelas 4, 5, dan 6MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Mengenal Rumah Adat Lebong Cerita Perjalanan Naurah Ira Diana Kementerian Pendidikan dan KebudayaanBadan Pengembangan dan Pembinaan BahasaMENGENAL RUMAH ADAT LEBONGCerita Perjalanan NaurahPenulis Ira DianaPenyunting Martha Lena. Ira DianaPenata Letak Tim solusieditingDiterbitkan pada tahun 2018 olehBadan Pengembangan dan Pembinaan BahasaJalan Daksinapati Barat IVRawamangunJakarta TimurHak Cipta Dilindungi Undang-UndangIsi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya,dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izintertulis dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipanuntuk keperluan penulisan artikel atau karangan Katalog Dalam Terbitan KDT 598 Diana, IraDIA Mengenal Rumah Adat Lebong, Cerita Perjalananm Naurah/Ira Diana; Penyunting Martha Lena ; Jakarta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018 vi; 53 hlm.; 21 cm. ISBN 978-602-437-450-1 1. CERITA RAKYAT-INDONESIA 2. KESUSASTRAAN ANAK INDONESIASAMBUTAN Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesiadewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turutmemperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifanlokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religiusseakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakatsangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpamampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasimelemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, sertaberbudi pekerti luhur dan mulia. Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikianitu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalammelahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijakbestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadabantinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Olehkarena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidaksekadar memburu kepentingan kognitif pikir, nalar, dan logika, tetapijuga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuranbudi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsipendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watakserta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang MahaEsa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadiwarga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penguatan pendidikan karakter bangsa dapat diwujudkanmelalui pengoptimalan peran Gerakan Literasi Nasional GLN yangmemumpunkan ketersediaan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakatIndonesia. Bahan bacaan berkualitas itu dapat digali dari lanskap danperubahan sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan, kekayaanbahasa daerah, pelajaran penting dari tokoh-tokoh Indonesia, kulinerIndonesia, dan arsitektur tradisional Indonesia. Bahan bacaan yangdigali dari sumber-sumber tersebut mengandung nilai-nilai karakterbangsa, seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah iiiair, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakter bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan alam semesta, kesejahteraan sosial masyarakat, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila jalinan ketiga hal itu terwujud secara harmonis, terlahirlah bangsa Indonesia yang beradab dan bermartabat mulia. Salah satu rangkaian dalam pembuatan buku ini adalah proses penilaian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuaan. Buku nonteks pelajaran ini telah melalui tahapan tersebut dan ditetapkan berdasarkan surat keterangan dengan nomor 13986/ yang dikeluarkan pada tanggal 23 Oktober 2018 mengenai Hasil Pemeriksaan Buku Terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala Bidang Pembelajaran, Kepala Subbidang Modul dan Bahan Ajar beserta staf, penulis buku, juri sayembara penulisan bahan bacaan Gerakan Literasi Nasional 2018, ilustrator, penyunting, dan penyelaras akhir atas segala upaya dan kerja keras yang dilakukan sampai dengan terwujudnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi khalayak untuk menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas, dan keberagaman hidup manusia. Jakarta, November 2018 Salam kami, ttd Dadang Sunendar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan BahasaivSEKAPUR SIRIH Alhamdulillah, buku Mengenal Rumah Adat LebongCerita Perjalanan Naurah ini selesai sesuai dengantenggat waktu yang diberikan. Buku ini berisi cerita perjalanan Naurah keKabupaten Lebong. Perjalanan itu penuh denganpengalaman yang menakjubkan yang belum pernahdialami Naurah sebelumnya. Nah, bagaimanakah cerita perjalanan Naurah?Apa saja yang dikunjungi Naurah selama di KabupatenLebong? Sikap dan tindakan apa yang patut dicontoh dariNaurah pada cerita ini? Silakan baca ceritanya sampaituntas, ya! Semoga bacaan ini bermanfaat bagi dunia literasidan untuk menggali informasi serta mendapatkan contohsikap positif yang dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari. Penulis, Ira Diana vDAFTAR ISI Sambutan..........................................................................iii Sekapur Sirih..................................................................... v Daftar Isi........................................................................... vi 1. Mengenal Kabupaten Lebong....................................... 1 2. Perjalanan Naurah ke Lebong................................... 14 3. Berkunjung ke Rumah Adat Lebong......................... 24 4. Peninggalan Sejarah yang Nyaris Dilupakan.......... 39 Daftar Pustaka................................................................. 47 Glosarium......................................................................... 48 Biodata Penulis................................................................ 50 Biodata Penyunting......................................................... 53vi1 Mengenal Kabupaten Lebong Udara hari ini panas sekali. Aku baru saja pulangsekolah. Setelah meletakkan tas dan sepatu padatempatnya, aku bergegas membuka kulkas, mengambilbotol minuman dingin. Sruuuupp… “Ah… segarnya,” kataku, merasakan dinginminuman berbaur dengan panas udara di luar. Aku menyeka keringat di pelipis, kemudianmeletakkan botol minuman di meja makan. KulihatBunda masih sibuk memasak di dapur. Aroma masakanBunda menari-nari di depan hidungku membuat perutkumenjadi keroncongan minta diisi. 1Naurah minum. Ilustrator Ira Diana2Aku berganti pakaian, lalu duduk di ruang keluargasembari menyalakan televisi. Ini adalah minggu terakhiraku bersekolah. Setelah menerima rapor nanti, liburansemester sudah menanti. Tak butuh waktu lama, Bunda selesai hasil masakan Bunda diletakkan di atas mejamakan. “Ayo Naurah, makan siang dulu!” ajak Bunda. “Iya Bunda,” jawabku dan beranjak dari kursiruang keluarga menuju dapur. Menu makan siang. Ilustrator Ira Diana Bunda membuat ayam sambal, sayur selada tumis,dan tempe goreng. Selain itu, Bunda mengupas beberapabuah apel. Menu makan siang hari itu sangat enak danmerupakan makanan favoritku. Setelah santap siangitu, aku kembali ke kegiatanku semula, duduk di ruangkeluarga. 3Bunda dan Naurah4 Ilustrator Ira Diana“Naurah, liburan semester ini kita ke Lebong, yuk,”ajak Bunda. “Di mana Lebong itu Bunda?” tanyaku penasaran. Bunda yang berada di dapur berjalan menuju ruangtamu dan membuka lemari buku. Diambilnya dua buku,satu atlas dan satu lagi buku yang berjudul Anok KutaiRejang. Bunda kemudian duduk di sampingku membukalembar demi lembar buku atlas. Bunda berhenti dihalaman peta Provinsi Bengkulu. “Nah, perhatikan ini,” kata Bunda. Akumemperhatikan gambar peta yang ditunjuk Bunda. “Lebong itu termasuk salah satu kabupaten yangada di Provinsi Bengkulu, nah di sini.” Tangan Bundamenunjuk satu wilayah pada gambar. “Provinsi Bengkulu terletak di pantai barat pulauSumatra, ada sembilan kabupaten dan satu kota di sana.” 5“Kabupaten Lebongibukotanya Tubei,” lanjutBunda. Bunda menjelaskansambil menunjuk-nunjukdaerah yang tertera padapeta. “Berarti, itu provinsitempat Bunda lahir, kan?”tanyaku. “Benar, tetapi Peta Provinsi Bengkulukabupatennya berbeda. Sumber Buku Anok Kutai RejangBunda lahir di KabupatenRejang Lebong, sedangkan yang kita bicarakan inikabupaten pemekarannya, namanya Lebong,” Bundamenjelaskan. Bunda kemudian memperlihatkan lambangKabupaten Lebong yang terdapat pada buku Anok KutaiRejang, lalu memberikan Kabupaten Lebong Sumber Lambang Kabupaten Lebong terdiri dari bintang,gunung, padi, kopi, dan nampan sirih. Berdasarkanlambang kabupatennya, kita mengetahui bahwa daerahitu terletak di pegunungan, sumber mata pencahariannyaadalah pertanian dan perkebunan, sedangkan nampansirih merupakan simbol kebudayaan yang tinggi. Moto Kabupaten Lebong adalah Swarang PatangStumang, artinya suku Rejang sangat mendambakanpersatuan dan kesatuan, rasa senasib sepenanggungan,berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, pahit sama-sama dibuang, manis sama-sama dimakan. 7Taman Nasional Kerinci Sebelat TNKS Ilustrator Ira Diana8“Lalu, di sana ada apa saja, Bunda?” tanyaku. Bunda kemudian menjelaskan bahwa Lebongdikenal dengan Taman Nasional Kerinci Sebelat TNKS,sebagai kawasan konservasi, Hutan Lindung RimboPengadang Register 42, dan Hutan Lindung Boven Lais. Selain itu, Lebong dikenal pada zaman dahulusebagai tempat pemerintah Belanda mengeksplorasi tambang emas yang masih ada ialah tambangLubang Kacamata, yang saat ini hanya ada monumennyasaja karena sudah tidak digunakan lagi. Suku yang tinggal di Lebong adalah suku Rejang merupakan suku bangsa tertua di Sumatra,mempunyai garis keturunan yang jelas serta adat istiadatdan tata cara yang KacamataIlustrator Ira Diana 9Suku Rejang pada zaman dahulu tinggal di perkampungan di dalam pigai. Rumah komunal Rejang purba berbentuk bundar dome yang terbuat dari kayu bulat dan atap lalang. Jumlah rumah di setiap kampung antara 30 dan 40 rumah. Semua rumah menghadap ke halaman latet dan masing-masing rumah diberi pagar dari bambu atau kayu. Rumah Komunal Rejang Ilustrator Ira Diana10Pigai adalah batas aman yang mengelilingikampung. Pigai merupakan parit dengan kedalaman 2,5meter dan lebar 2,5 meter untuk melindungi penghuninyadari gangguan binatang buas dan musuh yang datangdari luar. Bunda menunjukkan nomor pada gambar pigaikepadaku dan memberikan penjelasan. “Nomor 1 disebut latet atau halaman, sama denganhalaman yang dimiliki rumah modern; nomor 2 disebutprisban, tempat atau ruang tunggu tamu yang inginbertemu dengan ketua atau raja saat itu; sedangkannomor 3 adalah pigai,” jelas Bunda kepadaku. Menurut Bunda, rumah adat Rejang purba sudahtidak ada lagi saat ini. Rumah suku Rejang purba telahmengalami perubahan seiring waktu. Rumah adat yangmasih tertinggal hanya ada di sebagian wilayah Lebongsaja, selebihnya merupakan rumah modern. “Oh ya, Bunda, Lebong itu artinya apa?” tanyakupenasaran. 11Pigai Sumber Buku Anok Kutai Rejang “Lebong itu diambil dari kata telebong yang artinya berkumpul’. Telebong itu adalah bahasa Rejang,” jelas Bunda. Aku mengangguk-angguk ketika Bunda menjelaskan dengan panjang lebar tentang Kabupaten Lebong. Sungguh, ini pengetahuan baru bagiku. Aku sangat penasaran ingin segera ke kakakku, Agil, yang ikut mendengarkandari kamarnya segera keluar. “Jadi, kita akan liburan ke sana, Bunda?” tanyaKakak Agil penasaran. Wajahnya penuh semangat. “Iya,” kata Bunda pasti. “Ehmm… akan menyenangkan sekali ya kan,Naurah?” tanya Kak Agil. “Iya lah, kan Lebong merupakan kota yang belumpernah kita kunjungi. Di sana juga banyak peninggalansejarah dan objek wisata, ya kan Bunda,” kataku memintapersetujuan Bunda. “Benar, ini akan menjadi perjalanan danpengalaman yang menarik untuk kalian,” lanjut Bunda. “Asyik…,” kataku dan kakak berbarengan. 132 Perjalanan Naurah ke Lebong Liburan semester telah tiba. Bunda, Papa, Kakak Agil, dan aku bersiap jalan-jalan ke Kabupaten Lebong. Jauh sebelum keberangkatan, Bunda sudah memesan tiket pesawat dari Jakarta ke Bengkulu. Kalau tidak, kami bisa saja batal pergi karena harga tiket yang terus semakin mahal di saat menjelang liburan sekolah. Aku menyiapkan keperluanku di dalam ransel. Bunda menyiapkan barang perlengkapannya di dalam koper. Papa dan Kakak Agil juga menyiapkan barang keperluannya masing-masing. Kami diajarkan oleh Papa dan Bunda untuk mampu mengurus diri sendiri. Mandiri dan disiplin itu kunci penting dalam hidup. Jadi, walaupun kelas lima sekolah dasar, aku sudah bisa menyusun keperluanku14sendiri. Bila ada hal-hal yang tidak aku pahami dan tidakmampu aku kerjakan, aku bertanya dan minta tolongkepada Papa, Bunda, atau Kakak Agil. Kami menggunakan pesawat udara dari BandaraSoekarno Hatta menuju Bandara Fatmawati Soekarno diBengkulu. Nama bandara di Kota Bengkulu diambil darinama ibu negara pertama Indonesia, Ibu Fatmawati. IbuFatmawati merupakan putri asli Bengkulu. Setiba di Bandara Bengkulu, perjalanan dilanjutkandengan menggunakan mobil ke Lebong, lebih kurangempat jam. Pak Maman, supir yang telah kami hubungisebelumnya, menjemput kami. Kami meletakkan barang-barang di bagasi mobil hingga bagian tengah mobil cukuplega untuk duduk dan tiduran selama perjalanan. “Bagaimana perjalanannya, Naurah?” tanyaBunda. Papa dan Kakak Agil tertidur pulas di mobil. PakMaman, sang supir yang membawa kami ke Lebong, tetapfokus memperhatikan jalan. 15Naurah dan Keluarga Ilustrator Ira Diana16Papan Nama Bandar Udara Fatmawati Soekarno Ilustrator Ira Diana “Kalau naik pesawatnya sih tidak lama Bunda,hanya sejam, jadi tidak terasa. Nah, kalau jalan daratnyaini, Naurah mulai merasa pusing,” keluhku “Iya, karena jalannya berkelok-kelok menyusuripegunungan, Nak,” jelas Bunda, kemudian mengeluskepalaku. Perjalanan berkelok-kelok, bagi sebagian orangyang tidak terbiasa memang bisa membuat kepala dari Bengkulu ke Lebong memang berkelok-kelok,masyarakat di sana menyebutnya “Liku Sembilan”. Bunda kemudian menggosokkan minyak kayuputih ke perut dan keningku agar berkurang rasa mualdan pusingnya. 17Perjalanan yang Berkelok-kelok Ilustrator Ira Diana18Di kiri-kanan kami terlihat hutan yang lebat. Udaraterasa sejuk. Di pinggir jalan terdapat aliran air yangmenggunakan bambu. Air itu digunakan untuk mencucimuka bagi orang yang melintas di sana, baik yang menujuLebong maupun yang menuju kabupaten lainnya, sepertiKepahiang dan Rejang Lebong. Kami berhenti sejenak di daerah pegunungan ituuntuk beristirahat dan makan. Makanan khas Bengkuludisajikan di sana. Ada gulai lema, lemang tapai, danbagar hiu. Papa, Kakak, dan Pak Maman tampak lahapmenyantap makanan itu, aku dan Bunda pun demikian. “Bagaimana makanannya Agil dan Naurah?” tanyaPapa. “Enak, Pa,” jawab Kakak Agil. Lemang TapaiSumber Buku Masakan Bumi Raflesia 19Bagar Hiu Sumber Buku Masakan Bumi Raflesia Gulai Lema Sumber Buku Masakan Bumi Raflesia20“Enak dan lezat, Pa,” kataku sepakat denganKakak Agil. Kakak Agil menambah porsi nasi dan lauknya,begitu juga Papa dan Pak Maman. Selain karena lezat,perjalanan yang cukup panjang itu juga membuat perutkeroncongan. Setelah melanjutkan perjalanan, kami pun tiba diKabupaten Lebong. Kami mengunjungi rumah PamanTeddy, saudara sepupu Bunda yang tinggal dan bekerjadi Lebong. Paman Teddy dan keluarganya menyambutkami dengan ramah. Penduduk di sekitar rumah Pamanpun menyapa dengan santun, tersenyum walaupun tidakkenal antara satu dan lainnya. Rumah Paman Teddy terlihat seperti rumahmodern pada umumnya. “Rumahnya tidak kuno ya, Bun?” tanyaku kepadaBunda. Paman Teddy yang melihat aku bertanya kepadaBunda menjadi tersenyum. 21“Iya, yang ini merupakan rumah modern. Kalau rumah adatnya, besok pagi Naurah dan Agil akan Paman antarkan ke sana, bagaimana?” Paman Teddy langsung menjawab pertanyaanku. “Boleh Paman,” kataku dan kakak berbarengan. “Kalau di wilayah ini, rumahnya sudah termasuk kategori bangunan rumah modern semua,” kata Paman Teddy. Aku pun memandang rumah yang ada di kiri dan kanan, benar adanya, rumah-rumah itu merupakan bangunan rumah modern, dibangun dengan kokoh dan sudah beratap seng. “Kalian istirahat saja dulu hari ini karena perjalanan tadi tentu cukup melelahkan buat kalian,” lanjut Paman Teddy. “Baik Paman,” kataku sambil tersenyum bahagia. Udara di sini lebih sejuk dibandingkan dengan udara di ibukota. Benar-benar pilihan wisata yang tidak biasa dan menyenangkan. Kulihat, Bunda dan Papa berbincang akrab dengan Paman Teddy dan juga mendengar Bibi Vera, istri PamanTeddy, berbicara menggunakan bahasa yang berbedadengan keluarganya. Setelah dijelaskan, aku menjaditahu, bahasa yang digunakan ketika berbicara itu adalahbahasa Rejang. Sesekali Paman Teddy atau Bibi Vera mengartikanbahasa yang mereka gunakan ke dalam bahasa Indonesiasehingga kami mengerti apa yang dibicarakan. Mengenalbahasa baru itu merupakan pengetahuan baru bagikudan Kakak Agil. Malam kian larut dan angin sepoi-sepoi masukmelalui sela jendela kamar. Aku dan Bunda beristirahatdi salah satu kamar di bagian belakang rumah. Karenadinginnya malam itu, aku pun terlelap. 233 Berkunjung ke Rumah Adat Lebong Aku bangun pagi-pagi sekali dan membuka jendela kamar. Udara pagi menyusup ke hidung dan tercium aroma alam. Suasana di Lebong sangat tenang dan damai. Setelah membantu Bibi Vera di dapur, Bunda dan aku menyiapkan sarapan. Kami berkumpul untuk sarapan pagi bersama. Setelah itu, kami bersiap-siap berkunjung ke rumah adat Lebong. Kami memilih untuk berjalan kaki ke lokasi rumah adat. Selama perjalanan, banyak panorama dan kebiasaan masyarakat yang kami jumpai. Selain sawah, terdapat pula bangunan rumah tempat tinggal masyarakat, kantor pemerintah, warung-warung, dan juga sekolahan. “Rumah merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, begitu juga bagi suku Rejang yang tinggal24Rumah Adat Lebong Ilustrator Ira Diana 25di wilayah Lebong. Rumah dijadikan tempat tinggal, berlindung, dan berkumpul bagi keluarga dan juga untuk menyimpan hasil panen,” Paman Teddy menjelaskan. “Rumah suku Rejang sangat sederhana karena dahulu peralatan dan bahan pembuat rumah masih terbatas.” lanjut Paman Teddy. “Nama rumah adat ini disebut apa, Paman? tanyaku. “Belum ada nama khusus dalam penamaan rumah adat ini. Rumah adat ini hanya disebut sebagai rumah adat Lebong saja.” Paman Teddy menjelaskan. Rumah adat Lebong berbentuk persegi panjang, memanjang dari depan ke belakang. Modelnya seperti rumah panggung, dibuat tinggi agar terhindar dari binatang buas. Rumah adat Lebong berada di daerah Taba Atas, di Dusun Suko Kayo dan Suka Datang. Dari beberapa bangunan rumah adat tersebut, hanya sedikit yang masih bagus dan terawat, selebihnya sudah rusak dan tidak berpenghuni Adat Lebong Ilustrator Ira Diana 27Bangunan rumah adat memiliki halaman yang cukup luas. Jarak antara bangunan yang satu dan bangunan yang lain tidak terlalu berdekatan karena Daerah Lebong merupakan area yang cukup luas. Rumah adat Lebong hampir sama di beberapa Rumah Adat Lebong yang Rusak Sumber Dokumentasi Penulis kabupaten di Provinsi Bengkulu. Hal itu karena suku yang mendiami beberapa kabupaten itu berasal dari suku Rejang yang sama, tetapi terpisah karena pembagian wilayah oleh pemerintah Teddy memperlihatkan gambar bangunanrumah adat Lebong, aku dan kakak memperhatikangambar dan 1. Bubung jamben siring atau bubung tebelayea tebing layar. Bubung adalah puncak rumah. 2. Atap dari ijuk, lalang, atau atap sirap kayu. Atap adalah penutup rumah bangunan sebelah atas. Pilihan atap ini disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan bahan pada saat itu. 1 3 2 54 6 78 Rumah Adat LebongSumber Dokumentasi Penulis 293. Kajang akap plafon. Kajang akap merupakan langit-langit rumah. 4. Dinding sisip dari papan, susunannya tegak ke atas. Papan disusun berbaris dengan posisi tegak ke atas. Dindingnya ada yang dibiarkan dengan warna papan alami, tetapi sebagian lagi dibuat ukiran dengan menggunakan pewarna untuk memberi corak pada papan. 5. Jendela. Ukuran jendela pada bagian atas setinggi kening orang dewasa berdiri, bagian bawah setinggi kening orang dewasa duduk 6. Kijing-kijing menggunakan istilah Rejang, biasanya merupakan selembar papan utuh, tidak bersambung sepanjang rumah, dari depan hingga belakang. Ukiran pada Dinding Rumah Ilustrator Ira Diana30Ukiran pada Dinding Rumah Ilustrator Ira Diana7. Tangga, banyaknya anak tangga tergantung tinggi rumah, dari 3, 5, 7 sampai 9 buah anak Rumah Adat Lebong Ilustrator Ira Diana 318. Tiang dari kayu atau batu. Tiang ini merupakan tiang penyangga rumah. Ukurannya pun beragam, ada yang tinggi ada yang pendek. Hal ini bisa dilihat dari jumlah anak tangga rumah. Apabila anak tangganya hanya 3 atau 5, dikategorikan tiangnya pendek, sedangkan, bila anak tangganya 7 atau 9, dikategorikan tiangnya tinggi. Aku menaiki tangga rumahadat tersebut. Tangganya dibuatganjil. Tangganya terbuat daribahan kayu. Rumah adat yang kamikunjungi terlihat masih Paman Teddy, rumah adatitu sudah dipugar. Bagian pintu dan jendelaserta dindingnya terbuat dari bagian luar yang diukirsudah menggunakan cat pewarna Tiang peyangga. Ilustrator Ira Diana32modern. Namun, menurut Paman Teddy, sebelumnyarumah-rumah suku Rejang itu menggunakan pewarnaalam yang diambil dari daun-daun atau bunga yangmengeluarkan warna tertentu jika diolah. Setelah berkeliling di sekitar rumah adat-memperhatikan bangunan serta melihat dinding kayudan ukirannya- pandanganku tertuju pada tulisan yangtidak biasa. “Tulisan apa itu Paman?” tanyaku “Oh itu, itu huruf Kaganga, artinya selamatdatang,” jelas Paman Teddy. Aku manggut-manggut tanda mengerti sekaligustakjub. Ada huruf baru yang aku ketahui. Hurufnya unikdan ada kamus tersendiri untuk mempelajari huruf dengan Huruf Kaganga Ilustrator Ira Diana 33Lantai rumah terbuat dari kepingan papan yang dibuat memanjang bersusun sejajar. Terasa kokoh saat diinjak. Sesekali terdengar bunyi ketika kami melangkah di lantai tersebut. Paman Teddy menjelaskan panjang lebar mengenai rumah adat Lebong. Menurut Paman Teddy, semua rumah pada umumnya sama. Namun, istilah dan bahan yang digunakan pada tiap-tiap daerah bisa berbeda-beda. Berikut ini penjelasan bagian-bagian rumah adat Lebong yang sesuai dengan poin di dalam Rumah Ilustrator Ira DianaA. TerasSetelah menaiki tangga, bagian rumah yang kitajumpai pertama kali adalah teras. Posisi terasberada pada bagian muka rumah. Fungsinya adalahuntuk duduk-duduk santai, berbincang-bincang, danmenerima tamu. Di teras tidak ada tempat dudukkhusus. Suku Rejang menerima tamu dengan dudukdi lantai teras. Biasanya tuan rumah dan tamududuk saling Ruang keluargaSetelah melewati teras, ruang berikutnya adalahruang keluarga yang sekaligus berfungsi sebagairuang penerima tamu dan tempat berkumpulnya 35keluarga besar, juga tempat jamuan. Ruang keluarga berbentuk persegi panjang. Karena dulu suku Rejang belum mengenal kursi, tamu dipersilakan duduk di lantai kayu saja. C. Kamar Kamar menyatu dengan ruangan keluarga. Ukurannya tidak terlalu besar, berbentuk persegi panjang. Kamar digunakan untuk beristirahat atau tidur. D. Dapur Bagian dapur terkadang menyatu dengan bangunan rumah. Sebagian lagi, dapur diposisikan di bawah rumah. E. Penyimpanan hasil panen Bagian ini menyatu dengan badan rumah atau ruang keluarga. Hasil panen diletakkan menumpuk di sudut ruangan. Tidak semua bagian bangunan ruang tampak seperti gambar, ada bangunan rumah adat yang kosong tanpa36sekat tanpa kamar. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa bagian dalam rumah adat bisa saja berbeda, tetapibagian luarnya hampir sama. Bagian rumah yang berfungsi untuk tempat manditidak ada dalam bangunan rumah adat. Untuk keperluanmandi, buang air, dan mencuci pakaian mereka pergike sungai. Tungku masak dan kayu bakar diletakkan dibawah rumah. “Bagaimana Naurah? Menarik bukan mengenalrumah adat Lebong ini?” tanya Paman. “Iya Paman. Naurah rasa tidak semua orang tahukeberadaan wilayah Lebong dan rumah adat ini. Nantikalau pulang ke Jakarta, Naurah akan bercerita kepadateman-teman di sekolah,” kataku semangat. “Agil juga, Paman, akan menceritakan perjalanan,wisata, makanan, dan peninggalan yang ada di Lebongkepada teman-teman di sekolah,” kata Kakak Agil. “Bagus, itu artinya kalian membagikan informasiberharga kepada teman-teman di sekolah,” kata Bunda. 37“Iya, hal yang kalian rencanakan itu harusnya dilakukan generasi muda saat ini. Kalian perlu melestarikan, menjaga, mengenalkan budaya kita kepada masyarakat, bukan hanya di Indonesia melainkan juga ke seluruh dunia,” lanjut Paman Teddy. Setelah puas melihat-lihat, kami berfoto di dekat bangunan rumah adat Peninggalan Sejarah yang Nyaris Dilupakan Setelah membaca sejarah Lebong, rumah adat, danbagian-bagiannya kalian tentu berpikir bahwa ternyataada rumah adat lain selain 34 rumah adat di setiapprovinsi yang kita kenal selama ini. Indonesia sangat kaya akan budaya dan arsitekturkuno. Rumah adat Lebong ini wajib diketahui dandipelajari karena bangunannya sudah termasuk langkadan perlu dijaga. 39Rumah Adat Lebong Sumber Dokumentasi Penulis40Bangsa yang kaya adalah bangsa yang mewarisi nilai-nilai luhur budaya bangsanya Setelah mengunjungi rumah adat tersebut, kamipulang ke rumah Paman Teddy. Kebetulan rumah PamanTeddy tidak jauh dari rumah adat itu. Kami duduk diberanda rumah Paman Teddy. Bibi Vera menghidangkanteh hangat. “Rumah adat yang ada di Lebong sudah tinggalsedikit. Bangunan itu sudah tua dan tidak banyak yangmemedulikannya. Bahkan, orang-orang sudah hampirmelupakannya. Menurut kalian, bagaimana cara menjagapeninggalan sejarah?” kata Paman Teddy. Aku menoleh kepada Kakak Agil. Aku melihat diasudah bersiap untuk menjawab pertanyaan Paman Teddy. “Menurut Agil, langkah awalnya adalah menjagarumah adat yang sudah ada dan merawatnya denganbaik. Lalu, kalau bisa, dipromosikan ke daerah lain,bahkan kalau memungkinkan ke luar negeri sehinggabisa memancing minat orang lain untuk mengunjungiLebong. Dengan begitu, Lebong akan bisa dikenal olehorang banyak,” Kakak Agil menjawab. 41“Nah, itu benar,” “Bangunan rumah adat yang merupakan warisan sejarah itu perlu dilestarikan. Caranya dengan merawat bangunan, menjaga kebersihan, dan mempromosikan rumah adat itu kepada masyarakat luas,” kata Paman Teddy. Sebagai siswa kelas lima sekolah dasar, aku merasa bahwa rumah adat merupakan peninggalan yang tidak boleh diabaikan. “Pemerintah daerah memang sudah berencana untuk membuat replika rumah adat,” lanjut Paman Teddy. “Wah, bagus itu! Jadi, bila rumah-rumah adat itu rusak, masih ada bukti peninggalannya yang dibangun oleh pemerintah,” sahut Bunda. “Ya kita doakan saja,” kata Paman Teddy. “Ternyata kita sangat kaya, ya Paman. Kita punya peninggalan bangunan, bahasa, kuliner, dan masih banyak lagi,” aku ikut menimpali
43rumah adat nantinya akan mewakili rumah adat dari setiap provinsi di Tanah Air. Pemkab Rejang Lebong Lanjutkan Pembangunan Rumah Adat | Republika Online REPUBLIKA.ID
- Sebuah Rumah Adat Rejang berdiri kokoh di Desa Air Meles Atas, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Bangunan yang ada sejak 108 tahun ini masih menyisakan sejumlah sejarah yang masih banyak belum terungkap. Pemilik rumah adat Rejang tersebut bernama Sabril, pria 52 tahun yang sebelumnya bekerja di salah satu perusahaan tambang. Pria ini bukan asli suku Rejang, melainkan kelahiran Baturaja. Hanya saja, istrinya Sri Astuti ASN yang bekerja sebagai PNS di salah satu Sekolah Dasar di wilayah Rejang Lebong merupakan asli keturunan suku Rejang. Dia mengisahkan, dirinya rela memilih pensiun karena ketertarikannya terhadap peninggalan kebudayaan suku Rejang. Ketertarikannya bersama istri makin menjadi-jadi kala banyak penduduk dan juga pemuda asli Rejang yang terkesan tutup mata terhadap kebudayaan Suku Rejang. “Ini merupakan panggilan jiwa. Saya ingin melestarikan sisa-sisa peninggalan kebudayaan suku Rejang. Bersama istri sejak tahun 2012, kami pun mulai sering berkeliling ke sejumlah wilayah untuk mencari informasi sisa-sisa peninggalan kebudayaan suku Rejang dan mulai mengumpulkannya,” tuturnya. Awal cerita, Sabril mengisahkan bagaimana perjalanan rumah ini bisa berdiri di Desa Air Meles Atas. Sebelumnya dia berkenalan dengan seseorang budayawan dan peneliti adat kebudayaan Rejang kelahiran Padang yang berkediaman di Bandung, Beril C Samuel nama nya. Kepada Sabril, Beril banyak bercerita tentang peninggalan suku Rejang ada di sebuah museum di Negeri kincir Angin Belanda. Meski komunikasi hanya melalui media sosial, tujuan yang sama untuk melestarikan sisa-sisa kebudayaan Rejang pun membuat mereka makin akrab, maka selanjutnya terpikirlah oleh Sabril beserta istri untuk mencari dan menggali sisa-sisa peninggalan sejarah suku Rejang. Sejak tahun 2012, dia pun mulai melakukan perjalanan ke sejumlah wilayah yang masih memiliki histori kedekatan dengan suku Rejang. “Saya menggali informasi tentang sisa-sisa peninggalan kebudayaan Rejang, mulai dari kabupaten Lahat, Pagar Alam, Lebong, Rejang Lebong, termasuk Provinsi Bengkulu saya kunjungi. Kurang lebih selama tujuh tahun lamanya,” katanya. Singkat cerita, pada tahun 2016, dia mendapatkan informasi tentang adanya rumah peninggalan asli suku Rejang yang di beli oleh salah satu pengusaha kopi terkenal di kawasan kelurahan Sambe Baru. Dia pun segera mencari informasi tersebut dan ingin segera membelinya. “Perundingannya sempat alot kalau tidak salah hingga tiga bulan lebih, hingga akhirnya pengusaha tersebut bersedia menjual rumah itu, seingat saya seharga Rp35 juta,” ujarnya. Dokumentasi sebelum rumah adat Rejang dibeli oleh keluarga Sabril Harapan Sabril beserta istri saat itu pun hampir pupus. Selain adanya pihak lain yang berani membeli dengan harga tinggi, keterbatasan modal pun menjadi kendala saat itu. Tetapi, rezeki tak ke mana, budayawan mendukung penuh pembiayaan untuk membeli rumah tersebut. Setelah proses jual beli selesai dilakukan, akhirnya rumah tersebut didirikan di tanah miliknya yang luasnya mencapai kurang lebih ¼ hektare. Proses pemugaran pun dilakukan. Karena, kata dia, beberapa kayu rumah sudah tidak bisa lagi digunakan sehingga perlu di ganti. “Ada beberapa kayu yang mesti diganti, kami mengeluarkan dana pribadi. Kita bangun ulang tanpa mengubah kondisi bangunan seperti awal. Hanya di bagian atap kita renovasi total,” ungkapnya. Sabril mengisahkan, konon cerita rumah yang sudah ada sejak tahun 1322 Hijriah atau sekitar tahun 1911 tersebut ditempati oleh keluarga bangsawan yang dikenal dengan Pangeran Hj Ali Hanafiah. Pangeran tersebut terkenal hingga ke wilayah Talang Ulu. Hingga akhirnya generasi berikutnya yang menempati rumah tersebut bernama Herman. Rumah tersebut sebelumnya masih berdiri kokoh di Kelurahan Sambe Baru. Sayangnya, informasi tentang keturunan ini putus karena tidak ada literasi yang menuliskan sejarah tentang keluarga bangsawan tersebut. Pelakat yang menunjukan rumah adat Rejang dibangun pada tahun 1322 Hijriah atau dibangun sekitar tahun 1911 Hal tersebut dibuktikan dengan adanya ukiran berbentuk bintang yang terbuat dari besi baja di salah satu pintu masuk di dalam rumah. Berdasarkan cerita pemuka adat dan informasi yang dia gali, ukiran tersebutlah yang menandakan bahwa rumah itu dahulunya milik salah satu keluarga bangsawan berdarah Rejang. Ukiran berbentuk bintang yang terpasang tepat di bawah pintu menuju ruang keluarga. Ukiran inilah yang menurut cerita bahwa rumah tersebut merupakan milik bangsawan asli Rejang. Selain itu, melalui informasi yang dia dapatkan, bagian-bagian dari rumah tersebut menandakan rumah itu menyimpan sejarah kebesaran suku Rejang. Terdapat tiga bagian yang menurutnya identik dengan karakteristik rumah adat Rejang. Ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama berada di teras yang ditempati para prajurit. Tingkatan kedua di tempati para punggawa. “Tingkatan ketiga ditempati oleh para pemangku adat, sedangkan di bawah rumah ditempati oleh para pengawal,”jelasnya. Rumah yang berukuran 10 x 24 meter ini masih banyak menyimpan sejarah yang belum terungkap. Ukiran-ukiran khas rumah adat Rejang masih terpasang dan tersusun rapi. Meski sempat dilakukan pemugaran, namun tidak mengubah identitasnya. Salah satu kamar di dalam rumah tersebut masih terpasang plafon yang bersusun sirih, yang merupakan ciri khas plafon rumah adat Rejang. Di salah satu ruangan yang biasa digunakan sebagai dapur terdapat ranjang. Ranjang ini bernama Ranjang Siti Nurbaya. Menurut Sabril, berdasarkan bentuk dan bahannya, ranjang ini merupakan generasi kedua. Konon ceritanya, rumah yang sudah berumur ratusan tahun ini di bangun menggunakan satu pohon kayu berjenis Medang Batu. Untuk memotong pohon tersebut masih menggunakan tenaga manual dengan proses pemotongan pohon untuk menjadi beberapa bagian memerlukan waktu hingga empat bulan lamanya. Sedangkan untuk mendirikan bangunannya memerlukan waktu hingga kurang lebih empat tahun lamanya. Ada kemiripan dengan rumah adat Limas Palembang, namun yang membedakannya terdapat pada ukiran kayu. Rumah adat Rejang yang juga disebut sebagai rumah Selupoak atau Rejang Musie ini memiliki karakteristik ukiran motif rayapan daun labung kuning atau perenggi, sedangkan rumah Limas Palembang bermotifkan bunga Teratai. Bagian-bagian di dalam rumah Adat Rejang, salah satu foto menunjukan ukuran berbentuk Bintang, ukiran inilah yang memperkuat bahwa rumah tersebut sempat dihuni keluarga Bangsawan Dukungan Masyarakat dan Komunitas Mulai Mengalir Sejak dibuka untuk umum pada 2017 lalu, rumah ini dijadikan sebagai objek wisata budaya Rejang. Dukungan dari sebagian masyarakat dan komunitas yang peduli tentang kebudayaan suku Rejang mulai mengalir. Beberapa benda pusaka peninggalan Suku Rejang pun mulai mengisi di dalam ruangan rumah adat. Selain benda pusaka, terdapat juga jam tangan yang konon ceritanya hanya digunakan oleh pangeran Rejang. Beberapa uang peradaban dulu pun turut serta mengisi ruangan. “Selain saya dan istri kumpulkan sendiri benda-benda peninggalan tersebut, ada juga pemberian secara sukarela dari masyarakat. Kami sekarang masih melakukan penelitian dan menginventarisir benda-benda tersebut,” ujarnya. Sabril pun bercerita, sejak dibuka, banyak wisatawan, baik lokal dan di luar kabupaten Rejang Lebong yang berdatangan. Bahkan, kata dia, ada wisatawan yang ingin membeli salah satu benda pusaka dengan iming-iming tanah yang cukup luas sebagai penggantinya. “Sempat ada yang ingin salah satu benda pusaka ini. Sebagai gantinya, wisatawan tersebut akan memberikan saya tanah. Jelas saya tolak tawaran tersebut, karena niat saya adalah ingin menjaga dan melestarikan kebudayaan suku Rejang,” ungkapnya. Selain masyarakat yang turut mendukung, terdapat salah satu komunitas yang saat ini turut membantu Sabril guna melestarikan budaya serta benda-benda peninggalan suku Rejang. Komunitas tersebut bernama Ruang Sejuk. Komunitas ini berdiri sebagai karena keresahan mereka terhadap budaya, kesenian hingga sosial yang makin tergerus dan dilupakan oleh masyarakatnya sendiri. “Tujuannya satu, kita ingin melestarikan dan menyelamatkan kebudayaan Rejang, yang mulai tergerus dan dilupakan oleh generasinya sendiri. Rumah adat Rejang milik pak Sabril ini kami namai rumah pusaka. Dari rumah inilah kami akan mewujudkan tujuan kami tersebut,” kata Angga Putra Satria Amin, salah satu penggagas komunitas Ruang Sejuk. Benda-benda peninggalan suku Rejang yang dikumpulkan Sabril beserta istri. Sebagian dari benda-benda tersebut merupakan sumbangsih masyarakat yang mulai peduli Komunitas ini berisikan dari berbagai kalangan pemuda, mulai dari mahasiswa, penulis, sastrawan, hingga pedagang. Komunitas ini nantinya akan membantu Sabril mempromosikan rumah adat Rejang melalui kemampuan yang mereka miliki, termasuk membuat literasi tentang barang-barang peninggalan kebudayaan Suku Rejang yang saat ini mengisi di dalam rumah adat Rejang. “Kita akan membantu mang Sabril begitu mereka menyebutnya membuat literasi soal histori dari benda-benda yang saat ini terdapat di dalam rumah adat rejang,” tandasnya. Butuh Perhatian Pemerintah Sabril mengungkapkan, sejak mendirikan kembali bangunan Rumah Adat Rejang hingga saat ini, dukungan dari Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong sama sekali belum ada. Padahal, keinginan Sabril beserta istri dan komunitas Ruang Sejuk menjadikan Rumah Adat Rejang miliknya sebagai wisata budaya dan juga pusat informasi kebudayaan Suku Rejang. Sabril 52, pria yang mempunyai keinginan dan tekad yang kuat untuk melestarikan kebudayaan suku Rejang Dia juga berkeinginan mengaktifkan kembali kebudayaan suku Rejang lainnya yang saat ini mulai tergerus oleh zaman, di antaranya adalah menjadikan kawasan rumah adat Rejang sebagai pusat latihan kesenian bela diri suku Rejang Silat Rejang dan Tari Kejei yang merupakan tari sakral asli suku Rejang. “Saat ini kami masih perlu dukungan, harapannya dari pemerintah daerah. Saya ingin menjadikan kawasan ini sebagai pusat informasi dan juga latihan untuk melestarikan kembali kesenian-kesenian asli suku Rejang yang sudah makin hilang.” dilansir qureta editor mas bro JBO PemerintahKabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, akan melanjutkan pembangunan rumah adat Nusantara di kawasan Villa Diklat Danau Mas Harun Bastari MengenalRumah Adat Lebong. Mengenal Rumah Adat Lebong. Mengenal Kabupaten Lebong. Udara hari ini panas sekali. Aku baru saja pulang sekolah. Setelah meletakkan tas dan sepatu pada tempatnya, aku bergegas membuka kulkas, mengambil botol minuman dingin.
KedatanganSandiaga Uno disambut tarian persembahan adat Rejang Lebong. Baca juga: Sandiaga Uno Janjikan Festival Tabut Bengkulu Jadi Agenda Internasional. Rombongan juga mendapatkan kejutan dengan pembentangan poster raksasa bergambar Menparekraf Sandiaga Uno oleh tim panjat tebing Desa Belitar Seberang tepat di atas air terjun.
.
  • ecx09q9d7y.pages.dev/4
  • ecx09q9d7y.pages.dev/949
  • ecx09q9d7y.pages.dev/203
  • ecx09q9d7y.pages.dev/763
  • ecx09q9d7y.pages.dev/936
  • ecx09q9d7y.pages.dev/56
  • ecx09q9d7y.pages.dev/934
  • ecx09q9d7y.pages.dev/318
  • ecx09q9d7y.pages.dev/165
  • ecx09q9d7y.pages.dev/690
  • ecx09q9d7y.pages.dev/494
  • ecx09q9d7y.pages.dev/467
  • ecx09q9d7y.pages.dev/932
  • ecx09q9d7y.pages.dev/478
  • ecx09q9d7y.pages.dev/805
  • rumah adat rejang lebong